Selasa, 16 Oktober 2012

AQIQAH

Bismiilaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu'alaikum Wr Wb.

     Aqiqah adalah sembelihan untuk anak yang baru lahir dan disyareatkan pada orang tua sebagai wujud syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mendekatkan diri kepada-Nya serta berharap kesehatan dan barokah pada anak yang lahir tersebut.

     Oleh sebagian ulama Aqiqah disebut dengan Nasikah atau dzabihah (sembelihan). Kata Aqiqah berasal dari bahasa Arab yang berarti memutus (melubangi) , asal kata al-aqqu yang berarti memotong (Al-Qoth'u). Ada juga yang mengatakan  aqiqah adalah nama hewan sembelihan karena lehernya dipotoing.
     Al-Ashmu'i berpendapat "Aqiqah asalnya dari rambut di kepala anak yang baru lahir dan kambing yang dipotong disebut Aqiqah karena rambut anak tersebut dipotong ketika kambing itu disembelih."

     Hukum Aqiqah menurut kalangan Syafiyah dan Hambali  adalah Sunnah Muakkadah (sunnah yang sangat dituntut). Ini pendapat Jumhur Ulama berdasarkan anjuran Rasullullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan praktek langsung Beliau :
"Bersama anak laki-laki ada aqiqah, maka tumpahkan (penebus) darinya darah (sembelihan) dan bersihkan dari kotoran (maksudnya cukur rambut)."  [H.R.Ahmad Al-Bukhari dan Ashhabus Sunan]


     Menurut Imam Ahmad berkata "Aqiqah merupakan sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Beliau telah melaksanakan Aqiqah untuk Hasan dan Husain. Para sahabat Beliau juga malaksanakannya."

     Daging Aqiqah dibagikan dalam keadaan sudah dimasak, Rasullullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
"Sunnahnya dua ekor kambing untuk laki-laki dan seekor kambing untuk anak perempuan , ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya, lalu dimakan (oleh keluarganya) dan disedekahkan pada hari ke tujuh."  [Riwayat Baihaqi]

     Pemberian nama yang baik untuk anak adalah salah satu kewajiban dari orang tua. Dianjurkan memakai nama nabi yaitu Muhammad, sabda beliau "namailah dengan namaku dan jangan engkau menggunakan kunyahku." [Riwayat Al Bukhori dan Muslim].

     Mencukur rambut adalah anjuran nabi yang sangat baik dilakukan ketika bayi baru lahir pada hari ke tujuh, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
"Setiap anak terikat dengan aqiqahnya pada hari ke tujuh sembelihlah hewan untuk kemudian diberi nama dan dicukur."  [Riwayat Tirmidzi]

     Imam Malik dalam Kitab al-Muwaththa, menyatakan bahwa :
"Fatimah  menimbang berat rambut Hasan dan Husain, lalu beliau menyedekahkan perak seberat rambut tersebut."

     Hikmah Aqiqah menurut Syaikh Abdullah Nashih Ulwan dalam kitab Taryibatul Aulad Fil Islam, aqiqah memiliki beberapa hikmah antara lain :
1. Menghidupkan sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam meneladani Nabiyullah Ibrahim        'Alaihi wa Sallam, tatkala Allah Subhanahu wa Ta'ala menebus putra Ibarahim yang tercinta   
      Ismail 'Alaihi wa Sallam.
2. Dalam Aqiqah mengandung unsur perlindungan dari syetan yang dapat mengganggu anak yang
     terlahir itu, sesuai makna hadits : "Setiap anak itu tergadai dengan aqiqahnya." Sehingga anak
     yang telah ditunaikan aqiqahnya, Insya Allah lebih terlindungi dari gangguan syetan.
     Hal ini yang dimaksud oleh Imam Ibnu Al Qayyim Al Jauziyah "Bahwa lepasnya dia dari syetan
     tergadai oleh aqiqahnya."
3. Aqiqah merupakan tebusan hutang anak yang memberikan syafaat begi kedua orang tuanya kelak
     pada hari perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan "Dia tergadai dari memberikan 
     syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan aqiqahnya)."
Tetapi, pendapat ini adalah pendapat yang lemah sebagaimana di lemahkan oleh Ibnu Qayyim [keterangan Syaikh Ibnu Utsaimin. Ligo - at Al Bab Al Maftuh kaset 161 no.24].
4. Aqiqah merupakan bentuk taqarrub (pendekatan) kepada Allah Subhanallahu wa Ta'ala
     sekaligus sebagai wujud syukur atas karunia yang dianugrahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala
     atas kelahiran sang anak.
5. Aqiqah sebagi sarana rasa kegembiraan dalam melaksanakan syariah Islam dan bertambahnya
     keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
6. Aqiqah memperkuat Ukhuwah (persaudaraan) diantara masyarakat di lingkungannya.

     Adapun yang bertanggung jawab melaksanakan Aqiqah ini adalah ayah (orang tua) dari bayi yang lahir, namun para ulama berbeda pendapat apabila yang melakukan selain ayahnya (orang tuanya) :

1. Para ulama madzab Syafii berpendapat bahwa Aqiqah ini dibebankan kepada orang yang     menanggung nafkahnya.

2. Para ulama madzab Hambali dan Maliki berpendapat bahwa  tidak diperkenankan seseorang mengaqiqahkan kecuali ayahnya dan tidak diperbolehkan seseorang yang dilahirkan mengaqiqahkan dirinya sendiri walaupun setelah dia besar, dikarenakan menurut syareat bahwa aqiqah ini adalah kewajiban ayah dan tidak bisa dilakukan oleh selainnya.

3. Sekelompok ulama madzab Hambali berpendapat, bahwa seseorang diperbolehkan mengaqiqahkan dirinya sendiri sebagai suatu yang disunnahkan. Aqiqah tidak harus dilakukan saat masih kecil, Seorang ayah boleh mengaqiqahkan anak yang terlahir, walaupun anak itu sudah baliq karena tidak ada batas waktu melaksanakannya. [al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, juz IV hal 2748]

     Waktu pelaksanaan penyembelihan dilakukan pada hari ketujuh, berdasar sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam : "Setiap anak itu tergadai dengan hewan aqiqahnya di sembelih pada hari ke tujuh" [H.R. Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan dan disahkan oleh At-Tirmidzi]
 jika belum dapat melaksanakan  maka dilakukan penyembelihan pada hari ke empat belas, bila belum juga dapat melaksanakan maka dilakukan pada hari ke duapuluh satu. Sebagaimana Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah bersabda :

"Aqiqah disembelih pada hari ke tujuh atau hari ke empat belas, atau hari ke duapuluh satu" [H.R.Al-Baihaqi dan disyahihkan Al Albani dalam syhahih Al Jami' Ash Shaghur 4132]
     Hewan aqiqah disembelih pada hari ke tujuh, hari ke empat belas, hari ke duapuluh satu adalah sifatnya sunnah yang paling utama, bukan wajib. Hadits Hasan [Riwayat Al-Baihaqi]

Adapun yang menyampaikan bahwa Aqiqah tidak harus dilakukan pada hari ke tujuh, dan itu semua diserahkan kepada kemampuan dan kelapangan rizki orang tuanya atau bahkan diperbolehkan seseorang mengaqaiqahkan diri sendiri setelah balig atau dewasa. Perkara ini tidak menjadi kesepakatan para Ulama.

     Dalil mereka yang memperbolehkan seseorang mengaqiqahkan dirinya sendiri adalah apa yang diriwayatkan dari Anas dan dikeluarkan oleh Al Baihaqi "Bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengaqiqahkan dirinya sendiri setelah beliau diutus menjadi Rasul." kalau saja hadist ini shahih, akan tetapi dia mengatakan
"Sesungguhnya hadist ini mungkar  karena didalamnya terdapat Abdullah bin Muharrot."

Aqiqah usia dewasa sangat diperselisihkan hukumnya, karena tidak ada dalil dan contoh khusus dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam maupun dari sahabat. Para ulama 'salaf' tentang kesunnahan aqiqah pada usia dewasa.

Wallahu a'lam bi ash-shawab.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar